Senin, 29 Juni 2009
Masih ada kompromi di tubuh dewan
Safruddin Dwi Aprianto
TEMUAN BPK yang belum ditindaklanjuti, misalnya tentang budidaya perikanan, tunggakan KUPEM dan sebagainya, mengindikasikan masih lemahnya sistem administrasi Pemerintah Provinsi Jambi, termasuk Satuan Kerja Perangkat Daerahnya. Sebagai lembaga yang diberi wewenang untuk melakukan pengawasan, DPRD juga meminta agar eksekutif segera menindaklanjuti setiap temuan yang dilaporkan BPK RI Perwakilan Jambi.
Temuan BPK sejauh ini masih bersifat kesalahan administratif. Saya lihat, Inspektorat sudah mulai bekerja untuk menyelesaikannya.
Memang, banyak temuan akibat piutang Pemerintah yang sulit ditagih kepada pihak ketiga. Dan hal ini belum juga ditindaklanjuti. Upaya penagihan, harus terus dilakukan termasuk kepada beberapa perusahaan yang menyewa peralatan milik pemerintah.
Jangan sampai, hutang-hutang tersebut diputihkan begitu saja. Karena kita masih punya potensi menjadikan setiap pengembalian hutang sebagai sumber pemasukan dan biaya pembangunan lain di Provinsi Jambi.
Siapapun, baik pihak ketiga atau pemerintah harus taat kepada setiap aturan yang ada. Jika melanggar aturan dengan cara menghapus piutang kepada pihak ketiga, harus ada ruang untuk menindaklanjutinya, palagi jika memang sudah memasuki ranah hukum. Sekali lagi, jika memang uang tersebut masih bisa kita selamatkan, kenapa tidak kita akukan?. Seorang anggota dewan di DPRD Prvonsi Jambi, tidak bisa bertindak atas nama pribadi dalam menindaklanjuti setiap temuan BPK. Walaupun memang, dewan merupakan representasi rakyat dan perwakilan yang duduk di legislatif.
Namun Dewan itu kolektif ya.. ada tujuh fraksi dengan 10 partai politik. Untuk memperoleh satu keputusan, diperlukan mekanisme melalui fraksi, komisi dan kekompakan semua anggota yang ada. Jadi walaupun secara pribadi maupun fraksi ngotot untuk menyelesaikan hingga ke ranah hukum setiap temuan BPK, namun jika tidak didukung fraksi lain juga tidak dapat selesai.
Saya mengakui, bahwa DPRD masih juga lemah terhadap pengawasan. Satu fraksi saja tidak cukup untuk membuat satu perubahan. Tidak bisa dinafikkan, bahwa bargaining politik itu masih terjadi di tubuh dewan. Termasuk jika menyangkut hajat hidup orang banyak.
Batanghari II, misalnya dapat terus kita follow up. Misalnya dalam bentuk pansus, hak angket dan sebagainya. Namun lagi-lagi, kemauan satu fraksi tidak selamanya tidak dapat terpenuhi jika tidak didukung anggota dewan yang lain.
Saya melihat, masih terjadi “kompromi-kompromi” di tubuh dewan. Kedepan, sangat dibutuhkan anggota dewan yang berani mengungkapkan kebenaran demi kepentingan masyarakat. Dan tidak terjebak pada kepentingan sesaat dengan mengabaikan manfaat yang jauh lebih besar. (seperti disampaikan kepada wartawan Media Jambi, Junaidi, Sabtu (27/6)
Langganan:
Postingan (Atom)